Sabtu, 27 Maret 2010

HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN SEJARAH

Apa itu Antropologi


Antropologi berasal dari bahasa Yunani anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu, jadi secara bahasa antropologi bisa berarti ilmu yang mempelajari manusia. Objek kajian antropologi meliputi :
a. Manusia sebagai mahluk biologis, yaitu:
1. asal-usul manusia
2. evolusi (perkembangan biologis manusia)
3. keanekaragaman ras pada saat ini
b. Manusia sebagai mahluk sosial budaya, yaitu :
1. asal mula dan perkembangan kebudayaan
2. keanekaragaman kebudayaan saat ini
Sebagai ilmu, antropologi juga mempunyai tujuan, yaitu:
1. Antropologi bertujuan untuk memperoleh pengertian yang luas mengenai manusia,
2. Memperoleh generelisasi tentang perilaku manusia dan untuk membuktikan kebenaran teori-teori yang sudah dikenal di bidang lainnya.

A.2 Sejarah Singkat Antropologi
Antropologi berawal dari etnologi (etnos:bangsa dan logos:ilmu, bahasa Yunani) bukan dari filsafat. Sejarahnya, berawal dari tulisan mengenai bangsa-bangsa yang ditulis oleh para penjelajah dan para pelaut. Penulisan mengenai bangsa-bangsa ini meliputi deskripsi ciri fisik dan kehidupan sosial bangsa itu. Pada abad ke-15M, ketika eropa mengalami masa renaissance dimana ilmu pengetahuan mengalami kemajuan dan pelayaran mulai dilakukan oleh orang-orang Eropa juga memberikan dampak bagi kemajuan etnologi. Banyak tulisan yang dihasilkan pada masa itu dan objeknya adalah orang-orang di luar Eropa yang dianggap primitif. Perkembangan selanjutnya, etnologi digunakan oleh orang-orang Eropa untuk melakukan kolonisasi. Baru sekitar tahun 1951 di Paris,Perancis diadakan simposium mengenai etnologi yang kemudian berubah menjadi antropologi. Dalam simposium ini dibahas mengenai objek, ruang lingkup, dan metode. Hasilnya, objek kajian antropologi yang semula hanya masyarakat primitif di luar Eropa saja menjadi masyarakat pedesaan di seluruh benua termasuk Eropa, objek kajian ini terus bertahan hingga saat ini.

B. Apa itu Ilmu Sejarah
Sejarah berasal dari bahasa Arab, syajara berarti terjadi, syajarah berarti pohon, dalam bahasa Inggris dikenal history yang berasal dari bahasa Yunani dan Latin historia, dalam bahasa Yunani histor atau istor berarti orang pandai. Pengertian sejarah secara terminologis adalah rekonstruksi masa lalu. Perlu diketahui pengertian sejarah adalah:

1. Sejarah sebagai peristiwa (sejarah objektif)
Ciri-cirinya antara lain:
a. Hanya satu kali terjadi
b. Unik dan khas
c. Tidak bisa diulang

2. Sejarah sebagai kisah (sejarah subjektif)
a. Sejarah hasil rekonstruksi sejarawan
b. Bisa ditulis berapapun sesuka hati tergantung penulis
Objek kajian ilmu sejarah sendiri adalah manusia dalam dimensi waktu. Sejarah juga mempunyai kegunaan, yaitu :
1. Guna intrinsik
a. Sejarah sebagai ilmu
b. Sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau
c. Sejarah sebagai pernyataan pendapat
d. Sejarah sebagai profesi
2. Guna ekstrinsik
Berupa fungsi pendidikan, yaitu: moral,penalaran,politik,kebijakan,masa depan,keindahan, ilmu bantu. Selain pendidikan juga berfungsi sebagai latar belakang,rujukan, dan bukti.

B.2 Sejarah singkat Ilmu Sejarah
Ilmu sejarah memiliki pengertian sebagai rekonstruksi masa lalu. Khususnya di Eropa, kegiatan ini dilakukan oleh Herodotus, yang menulis The History of Persian Wars (Sejarah Peperangan Orang Persia). Herodotus adalah seorang Yunani yang hidupnya berkelana di sekitar daerah Yunani sampai Laut Hitam. Dalam perjalanannya ini ia menulis mengenai bangsa-bangsa yang dikunjunginya dan juga menulis mengenai perang orang-orang Persia. Oleh karena itu ia disebut sebagai Bapak Sejarah. Kegiatan penulisan sejarah ini dilanjutkan oleh Thucydides, Polybius, Julius Caesar, Titus Livius, Augustine, Orosius, Otto of Friesing, Niccolo Machiavelli, Jean Mabillon, David Hume, Voltaire, Edward Gibbon, Leopold von Ranke, Marc Bloch, Henri Pirenne, James Harvey Robinson, Ibn Khaldun, Al-Tabari, Sima Qian. Dengan banyaknya yang menulis sejarah, metode sejarah pun semakin berkembang dan sejarah pun menjadi semakin jelas keilmiahannya.

C. Hubung kait antara Antropologi dengan Ilmu Sejarah
Antropologi sebagai salah satu dari ilmu sosial memiliki kaitan dan sumbangan kepada ilmu sejarah begitu juga sebaliknya. Dalam penulisan sejarah, sejarawan tidak jarang menggunakan teori dan konsep ilmu sosial lain, termasuk antropologi. Sejarawan banyak meminjam konsep antropologi diantaranya ialah, simbol, sistem kepercayaan, folklore, tradisi besar, tradisi kecil, enkulturasi, inkulturasi, primitif, dan agraris.
Sementara itu, sumbangan Ilmu sejarah terhadap antropologi adalah, sejarah sebagai kritik, permasalahan sejarah, dan pendekatan sejarah.

1. Sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial
Dalam ilmu-ilmu sosial termasuk di dalamnya antropologi seringkali melakukan generalisasi terhadap suatu permasalahan sosial yang terkadang tidak bersifat universal. Karena secara kenyataan historis terdapat perbedaan di berbagai tempat.

2. Permasalahan sejarah bisa menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial
Hakikatnya, sejarah mempelajari mengenai tingkah laku manusia. Jadi, jelas berkaitan karena ilmu-ilmu sosial termasuk antropologi membahas manusia sebagai mahluk sosial budaya sudah pasti manusia tersebut memiliki masa lalunya sendiri. Disitulah titik temu antara kajian antropologi dengan ilmu sejarah. Dari titik temu tadi maka permasalahan sejarah yang berkaitan dengan ilmu sosial bisa juga dikaji oleh ilmu sosial yang bersangkutan.

3. Pendekatan ilmu sejarah bersifat diakronis
Jika ilmu sosial bersifat sinkronis maka ilmu sejarah bersifat diakronis. Hal tersebut jelas menambah sudut pandang baru dalam ilmu sosial. Dalam kajian antropologi pun bisa bersifat diakronis dalam memahami misalnya suatu kebudayaan pada saat ini.

D. Kesimpulan
Antropologi dan Ilmu Sejarah sangat berkaitan satu sama lain. Antropologi menyumbangkan banyak teori untuk ilmu sejarah terutama pada konsep mengenai simbol, sistem kepercayaan, folklore, tradisi besar, tradisi kecil, enkulturasi, inkulturasi, primitif, dan agraris. Sementara itu, ilmu sejarah pun menyumbangkan kritiknya terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, permasalahan sejarah yang juga bisa dikaji oleh ilmu sosial lain, dan diakronis. Jadi,Antropologi dan Ilmu Sejarah memiliki keterkaitan dan saling mendukung satu sama lain

DAFTAR RUJUKAN


Kuntowijoyo.2005.
Pengantar Ilmu Sejarah.Cetakan ke-5.Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Lubis, Nina. H. 2008.
Historiografi Barat.Cetakan ke-3.Bandung: Satya Historika.

Bodley, John H. “Anthropology.” Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.

Partner, Nancy F. “History and Historiography.” Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.

Antropologi Sosial

Etnografi dan masalah Aneka warna manusia

TEORI ANTROPOLOGI I

Masalah aneka warna manusia di Eropa dalam abad Ke-16 hingga ke-19

Orang awam di Eropa pada umumnya tertarik akan sifat yang aneh dari benda-benda kebudayaan orang Afrika, orang Asia, orang Oseania, atau orang Indian Ameriak itu. Terdapat tiga pandangan dasar mengenai masyarakat dan kebudayaan manusia.
Pandangan pertama berdasarkan keyakinan bahwa sifat aneka warna manusia, baik ragawi maupun rohani, yang tampak dari bahan etnografi dan etnografikaitu, disebabkan karena mahluk manusia dari sejak awal diciptakan beraneka warna, atau karena mahluk manusia diturunkan dari beraneka warna mahluk induk. Berdasarkan cara berpikir itu, terdapat suatu pandangan yang seringkali disebut polygenesis, yang menganggap bahwa manusia dari ras kaukasoid dengan kebudayaannya yang berkembang di Eropa Barat itu berasal dari mahluk induk yang lebih kuat, lebih mampu, dan lebih tinggi daripada manusia ras lainnya.
Pandangan kedua adalah berdasarkan keyakinan bahwa manusia diciptakan sekali, yaitu bahwa manusia adalah keturunan dari satu mahluk induk. Pandangan ini juga disebut monogenesis. Dapat dibagi lagi kedalam dua sub pandangan. Pandangan pertama berdasarkan keyakinan bahwa semua mahluk manusia adalah keturunan nabi Adam. Sebaliknya ada juga sub pandangan yang mempunyai keyakinan bahwa mahluk manusia tidak mengalami degenerasi, tetapi kemajuan, dan bahwa aneka-warna masyarakat dan kebudayaan yang kini tampak itu disebabkan karena tingkat-tingkat kemajuan yang berbeda-beda pada tiap masyarakat manusia.

Ilmu anatomi dan masalah aneka warna manusia
Klasifikasi dari aneka-warna ciri tubuh manusia dalam hubungannya dengan sejarah persebarannya dimuka, dilakukan oleh seorang dokter bernama J.C Prichard (1786-1848) ia menghubungkan data etnografi mengenai ciri-ciri fisik dengan data etnografi mengenai kebudayaan berbagai bangsa yang tersebar didunia. Suatu teori yang menyatakan bahwa perobahan cara hidup, artinya perobahan kebudayaan, juga merupakan salah satu sebab dari perobahan ciri fisik manusia dikembangkannya dalam du buah buku ytang berjudul Research into the Physical History of man (1813) dan the natural History of man .

Filsafat social dan masalah aneka warna manusia
Montesquieu mencoba meneliti bebrapa gejala sosial mengenai hokum, pengendalian sosial dan integrasi social, dan himpunan data yang dikumpulkannya dalam waktu kira-kira 20 tahun dari sejumlah masyarakat yang berbeda-beda di Eropa dianalisa secara komparatif induktif. Beberap kesimpulan penting yang terdapat dalam bukunya yang terkenal L’Espirit de Loi (1748) ialah bahwa gejala aneka- warna masyarakat manusia merupakan akibat dari pengaruh sejarah masing-masing, tetapi juga pengaruh lingkungan alamnya dan struktur internnya. Ia juga pertama-tama mengajukan pandangan yang kelak dalam ilmu antropologi terkenal dengan nama relativisme kebudayaan, yaitu bahwa suatu unsure atau adapt dalam suatu kebudayaan tak dapat dinilai dengan pandangan yang berasal dari kebudayaan lain, melainkan dari system nilai yang pasti ada didalamnya sendiri. Akhirnya dalam bukunya ia juga mengajukan konsep tentang kemajuan masyarakat melalui tiga tingkat evolusi social, yaitu: tingkat masyarakat berburu atau liar (sauvage), tingkat beternak atau tingkat barbar (barbarisme) dan tingkat pertanian diman berkembang peradaban (civilization)
W. Robertson dari universitas Edinburgh yang menulis buku berjudul the histori of Amaerica (1777) diamana diajukan soal-soal yang kelak menjadi topic-topik penting dalam Antropologi. Ia juga berbicara tentang adanaya proses kemajuan kebudayaan manusia, yang dengan lambat berkembang dari bentuk- bentuk yang complex, dengna melalui tibgkat-tingkat savagery, barbarism, dan civilization. Ia berpendirian bahwa aneka warna kebudayaan yang kini tampak pada bangsa-bangsa dimuka bumi ini tidak disebabkan karena bangsa-bangsa itu dahulu berasal dari jenis-jenis mahluk induk yang berbeda, melainkan karena mereka terkena pengaruh lingkungan alam yang berbeda.

Filsafat Positivisme dan masalah aneka-warna manusia
Aguste Comte dalam buku raksasanya yang berjudul Course de Philosophie Positive (1830-1842). Comte mengajukan pendapatnya mengenai metodologi ilmiah umum, artinya yang dapat diterapkan terhadap semua ilmu pengetahuan yang ada. Suatu metodologi semacam itu idak perlu lagi meneliti sebab azasi dari gejala-gejala yang ada idunia ini, tetapi hany mencari, menganalisa, dan mendeskripsi hubungan-hubungan antara gejala-gejal yang ada itu secara eksak, kalau bias dengan rumus-rumus seperti dalam ilmu pasti.
Ilmu sosiologi sebagai ilmu yang baru oleh Comte dianggapa terdiri dari dua sub-ilmu, yaitu sosiologi statika dan sosilogi dinamika. Sub-ilmu yang pertama mempelajari hubungan-hubungan yang mantap antara bagian-bagian dari masyarakat dan gejala-gejala dalam masyarakat; sedangkan sub-ilmu yang kedua adalah sub-ilmu yang mempelajari perobahan-perobahan dalam hubungan-hubungan itu. Perobahan itu menurut Comte disebabkan karena cara berpikir manusia itu telah mengalami perobahan dan proses dalam tiga tahap, yaitu:
Tahap bahwa sebab dari semua gejala itu bersumber pada kehendak roh, dewa ,Tuhan.
Teologi yaitu tahap berpikir secara metafisik, yaitu tahap dimana manusia menerangkan bahwa gejala-gejala itu bersumber kepada kekuatan gaib atau abstrak.
Tahap berpikir secara ilmiah, manusia menkhusus kepada analisa untuk dapat mencapai pengertian tentang pengaruh hubungna dari gejal-gejal tertentu terhadap gejala-gejal lain dalam alam dan kehidupan masyarakat manusia. Sejajar dengna ketiga tahap perkembangan cara berpikir manusia itu, ada wujud kesinian religi, organisasi masyarakat, system pengetahuan, kesenian dan organisasi social yang tertentu.

3.Masalah aneka-warna manusia
Penelitian komparatif terhadap bahasa-bahasa didunia menimbulakan ilmu perbandingan bahasa pada pertengahan abad ke-19. Mula-mula ahli perbandingan bahasa seperti F. Bopp dan lain-lain melakukan analisa perbandingna bahasa antara bahasa yang tersebar diEropa Barat, Eropa Selatan, Armenia, Iran, Afganistan, Pakistan dan India, mereka beranggapan bahwa semua bahasa didaerah yang yang luas itu dapat digolongkan dalam satu keluarga bahasa yang besar , yang meraka sebut keluarga bahasa Indo-German.

Konsep Evolusi dalam ilmu Biologi
Ahli biologi C. Darwin (1809-1882) dalam bukunya The Origin of Species (1859) mengajukan bahwa semua bentuk hidup dan jenis mahluk yang kini ada didunia ini dipengaruhi oleh berbagai macam proses alamiah, berevolusi atau berkembang sangat lambat dari bentuk-bentuk yang sangat sederhana menjadi beberapa jenis mahluk baru yang lebih kompleks lagi, dan demikian seterusnya hingga dalam jangka waktu beratus-ratus juta tahun terjadilah mahlujk yang kompleks seperti kera dan manusia.
Menurut Wallace semakin kejam dan keras tekanan alamnya, maka semakin tinggi pula mutu yang menjadi syarat bagi organisma individu-individu dari suatu jenis yang memiliki sifat-sifat yang dapat memenuhi syarat alamiah itulah yang dapat bertahan untk hidup terus.

Masalah asal-mula evolusi manusia
Penelitian-penelitian terhadap masalah asal-mula manusia dengna menganalisa dan membanding-bandingkan fosil-fosil manusia zaman dahulu yang terkandung dalam lapisan-lapisan bumi menjadi ilmu baru yang merupakan bagian dari antropologi fisik dengan sebutan ilmu paleoantropologi. Buku yang memberi pandangan baru tehadap umur beradanya mahluk manusia didunia, antara lain adalah tulisan ahli geologi C. Lyell, The Geological Evidence of The Antiquity of man (1863)
J. Boucher de Pertes seorang pegawai Pos dalam bukunya De l’homme Antediluvien et de ses Ouevres (1860) memberi pengertian kepada dunia ilmiah bahwa manusia itu sudah berkebudayaan sejak beratus-ratus ribu tahun yang lalu. Kemudian, berdampingan dengan kemajuan ilmu geologi dan paleoantropologi, mulailah aktifitas penelitian dari suatu ilmu yang baru, yaitu prehistori, berupa penggalian-penggalian terhadap benda-benda bekas alat-alat manusia dari zaman Batu tua, zaman batu Madya, zaman batu baru.
Para ahli piker eropa pada waktu itu menganggap kebudayaan dan masyarakat seperti yang hidup dalam kota-kota besar di Eropa Barat itu sebagai contoh-contoh dari kebudayaan yang paling tinggi dan palibng maju, sedangkan semau bentuk kebudayaan dan masyarakat dari bangsa-bangsa diluar merupakan contoh dari tingkat-tingkat kebudayaan manusia yang lebih rendah dan lebih kuno.
Pendirina Meiners yang menghubungkan cirri-ciri mental yang menyebabkan berkembangnya kebudayaan itu dengan tinggi rendahnya ras, disebut determinism eras.
Lembaga-lembaga Antropologi yang pertama
Lembaga Societe di pris didirikan oleh cendekiawan M. Edwards. Sedangkan dalam tahun 1843 di Londonb didirikan The Ethnological Society oleh cendikiawan yang merupakan salah seorang tokoh anti- perbudakandan pejuang untuk penghapusan perbudakan dan pejuang untuk penghapusan perbudakan bernama T Hodgkin.
Lembaga itu menjadi pusat pengumpulan dan studi dari sebanyak mungkin kebudayaan yang ada dimuka bumi. Suatu proyek pertama dari lembaga Etnografi di London itu adalah menyusun suatu buku pedoman untuk mengumpulkan bahan etnografi secara teliti, yang dapat dipakai oleh siapa saja dilapangan

SEJARAH ILMU SOSIOLOGI

Secara sederhana masyarakat merupakan kumpulan dari individu yang mempunyai beberapa kesamaan tujuan dan kepentingan hidup dan memutuskan untuk hidup bersama. Sosiologi sebagai ilmu social adalah perspektif dan metode ilmiah yang dapat mempelajari masyarakat dengan berbagai dinamika, gejala, dan proses yang terjadi di dalamnya.

Auguste Comte (1798-1857)

Auguste Comte adalah seorang filsuf asal Prancis yang dikenal memiliki kemampuan mengingat yang luar biasa, sehingga seluruh kuliah yang ia berikan selalu dilakukan tanpa catatan. Comte pun sanggup menceritakan kembali isi buku dengan detail dan mengaggumkan, meski ia baru sekali membacanya. Melalui karyanya, Course de Philosophie Positive (1842), Comte mengemukakan bahwa sosiologi adalah ultimate science, karena mampu memberikan penerangan terhadap reformasi sosil kemasyarakatan secara komprehensif.

Comte sempat mengalami gangguan mental pada tahun 1838 karena paranoid bahwa karyanya dan ide-idenya akan dirampas orang lain. Ia bahkan sempat tidak mau membaca karya orang lain untuk menjaga orisinalitas gagasannya. Filsuf besar ini kemudian meninggal pada tanggal 5 September 1857.

A. SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

Semua ilmu yang ada saat ini dibentuk berdasarkan konteks sosialnya, tidak terkecuali ilmu sosiologi. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari dinamika masyarakat. Kelahiran ilmu sosiologi tak lepas dari proses perubahan jangka panjang yang melanda masyarakat Eropa Barat pada Abad Pertengahan. Menurut Laeyendecker, perubahan-perubahan tersebut antara lain :

1. Tumbuhnya sistem kapitalisme pada abad ke-15.

2. Perubahan tatanan sosial dan politik dari bentuk kerajaan sentralistis menjadi bentuk-bentuk gilda kemudian menjadi merkantilisme.

3. Perubahan konsep keagamaan Kristen yang dibawa oleh Martin Luther King (Protestan).

4. Runtuhnya kekaisaran Islam.

5. Meningkatnya paham individualisme.

6. Antusiasme masyarakat yang tinggi akan ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, cikal-bakal sosiologi bisa dikatakan merupakan bagian dari pergulatan masyarakat Eropa Barat pada masa Renaissance (kelahiran kembali). Selanjutnya, Laeyendecker mengemukakan bahwa terdapat dua peristiwa penting yang mematangkan ilmu sosiologi, yaitu

1. Revolusi Prancis (1787-1799)

2. Revolusi Industri di Inggris (1760-1840)

Ilmu Sosiologi mempunyai tradisi yang kuat di tiga Negara Erop, yakni Prancis, Jerman (dulu Prusia) dan Inggris. Hal ini karena pada masanya, ketiga Negara inilah yang mengalami pergolakan sosial yang dahsyat. Di Prancis, Monarki kehilangan otoritasnya dan timbul kelas sosial yang baru. Di Jerman Otto Von Bismarck, sang Perdana menteri membawa perubahan radikal di bidang industri dan politik, sementara di Inggris, James Watt yang menemukan mesin uap telah mengantarkan Inggris kepada varian sistem industrial baru yang dengan sendirinya berpengaruh terhadap struktur masyarakat luas.

Sebelum Perang Dunia II, ilmu sosiologi di Indonesia hanya dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain, pada saat itu sosiologi belum dianggap berdiri sendiri dan terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta pada waktu itu merupakan satu-satunya perguruan tingggi yang memberikan kuliah sosiologi di Indonesia. Akan tetapi, ilmu sosiologi hanya sebagai pelengkap bagi mata kuliah ilmu hukum.

Baru setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, seorang sarjana Indonesia, Soenario kolopaking, untuk pertama kalinya memberikan kuliah sosiologi pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta. Di Akademi tersebut sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan dalam jurusan pemerintahan dalam negeri, hubungan luar negeri dan publisistik. Sejak saat itu, banyak sekali orang Indonesia yang ingin memperdalam pengetahuannya tentang sosiologi. Hal ini lah yang menjadi pendorong berkembang dan meluasnya ilmu sosiologi di Indonesia.

B. TOKOH PERINTIS SOSIOLOGI

Setiap ilmu pengetahuan memiliki tokoh-tokoh perintisnya masing-masing, tidak terkecuali ilmu sosiologi. Beberapa ahli sosiologi memiliki pandangan sendiri tentang siapa saja tokoh perintis sosiologi. Alex Inkeles, bersama ahli sosiologi sependapat bahwa August Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim dan Max Weber adalah tokoh perintis sosiologi. Beberapa ahli sosiologi lain, seperti Laeyendecker, Lewis Coser dan Doyle Paul Johnson dalam tulisannya masing-masing menyebutkan bahwa Karl Marx, yang lebih dikenal sebagai tokoh ideologi Marxisme pun dianggap sebagai tokoh sosiologi. Berikut ini merupakan riwayat hidup singkat dari kelima perintis sosiologi, yaitu :

1. Auguste Comte (1789-1857)

Tokoh yang pertama kali mengemukakan kata sosiologi adalah filsuf Prancis bernama August Comte. Dalam bukunya ynag berjudul Course de Philosophie Positive (1842), ia mencermati anarki yang timbul pasca revolusi Prancis, yaitu ketika setiap kelompok masyarakat merasa memiliki hal dan legitimasi untuk berkuasa dan menentukan arah kebijakan Negara yang berakibat pada kemacetan dibidang politik dan ekonomi.

Seperti filsuf Prancis lainnya, konsep Comte sangat bergantung pada konsep ilmu alam yang telah lahir lebih dalu, terutama Fisika dan Biologi. Bahkan pada awalnya, Comte menanamkan sosiologi sebagai Fisika Sosial. Kata sosiologi sendiri lahir pada tahun 1839 setelah Comte menggabungkan dua kata, yaitu Socius (dalam bahasa Romawi) yang berarti “Kawan” dan Logos (dalam bahasa Yunani) yang berarti “Kata” atau “Berbicara” Jadi, sosiologi artinya adalah berbicara mengenai kawan atau ilmu tentang masyarakat. Sejak itu Comte dikenal sebagai Bapak Sosiologi.

Salah satu sumbangan Comte dalam Ilmu Sosiologi yang paling terkenal adalah “hukum tiga tingkatan” atau “hukum kemajuan manusia”. Tingkat atau tahapan tersebut adalah :

1. Tahap Teologis atau Fiktif

Tahap teologis adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada diatas manusia, yaitu roh dewa-dewa atau Tyhan Yang Maha Esa. Tahap ini menjadi karateristik dunia sebelum abad ke-14. dalam periode ini, kekuatan adi kodrati adalah satu-satunya penjelasan terhadap segala pertanyaan manusia dan kehidupan.

2. Tahap Metafisik

Pada tahap ini, manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada diatas manusia. Manusia juga belum berusaha untuk mencari sebabdan akibat gejala-gejala tersebut. Tahap ini berkembang pada masa antara abad ke-14 sampai abad ke-19.

3. Tahap Positivistik

Merupakan tahap ketika manusia telah mampu untuk berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini, ilmu pengetahuan mulai berkembang. Tahap ini berlangsung sejak abad ke-19, ketika manusia dan ilmu pengetahuan berjalan beriringan untuk menjawab berbagai pertanyaan dalam kehidupan.

Ketiga tahap tersebut pada saat bersamaan dapat memenuhi pikiran manusia dan bahkan kadang timbul pertentangan-pertentangan dalam pikiran manusia yang seringkali tidak disadari oleh manusia itu sendiri.

2. Karl Marx (1818-1883)

Karl Marx yang lahir di Trier, Prusi, boleh dikatakan sebagai filsuf dan sosiolog yang paling terkenal, meskipun ia sendiri tidak pernah menganggap dirinya seorang sosiolog. Di lain pihak, para pengusaha terus menumpuk modal melalui surplus value, yaitu nilai lebih yang didapatkan dari hasil kerja para buruh. Menurut Marx, sistem kapitalisme hanya menguntungkan pihak yang memiliki modal.

Sumbangan utama Marx bagi Ilmu Sosiologi adalah teorinya tentang kelas sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam buku The Communist Manifesto yang ditulisnya bersama Friederich Engels, Marx berpandangan bahwa sejarah masyakarat manusia merupakan sejarah perkembangan kelas.

Karl Marx juga dikenal sebagai seorang aktivis revolusioner. Pada tahun 1848, ia juga menulis anggaran dasar untuk Liga Komunis yang berjudul Manifesto Komunis. Slogannya yang terkenal adalah “Kaum Buruh Seluruh Dunia, Bersatulah!”. Momen itulah yang kemudian membuat tanggal 1 Mei selalu diperingati sebagai Hari Buruh di seluruh dunia.

Kegagalan Marx pada tahun 1848 dalam melakukan revolusi politik di Belgia membuat Marx pindah ke London, Inggris dan lebih memusatkan tenaga dan pikirannya untuk melakukan riset terhadap sistem kapitalis. Studi ini akhirnya membuahkan mahakarya yang berjudul Das Kapital (1867) yang kemudian menjadi acuan setiap negaa komunis di dunia.

3. Herbert Spencer (1820 – 1903)

Dalam bukunya yang berjudul The Principles of Sociology, Herbert menguraikan materi sosiologi secara sistematis. Spencer mengatakan bahwa objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengadilan sosial dan industri. Sedangkan objek tambahannya adalah asosiasi, masyarakat, pembagian kerja, pelapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan.

4. Emile Durkheim (1858 – 1917)

Menurutnya, sosiologi meneliti proses-proses sosial dan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat. Dalam majalah sosiologi L’annee Sociologique, Durkheim membagi sosiologi ke dalam tujuh seksi, yaitu :

a) Sosiologi umum yang mencakup kepribadian individu dan kelmpok menusia.

b) Sosiologi agama.

c) Sosiologi hukum dan moral yang mencakup organisasi politik, organisasi sosial, perkawinan dan keluarga.

d) Sosiologi tentang kejahatan.

e) Sosiologi yang mencakup ukuran-ukuran penelitian dan kelompok kerja.

f) Demografi yang mencakup masyarakat perkotaan dan pedesaan.

g) Sosiologi estetika.

Durkheim memulai kajian sosiologinya dan melahirkan konsep fakta sosial (social fact). Konsep ini tertulis dalam bukunya yang berjudul The Rule of Sociological Method (1895). Fakta sosial menurut Durkheim adalah setiap cara bertindak yang telah baku ataupun tidak, yang dapat melakukan pemaksaan (dari luar) terhadap individu. Contoh fakta social yang dikemukakan Durkheim, antara lain hukum, kepercayaan, adat istiadat, tata cara berpakaian, dan kaidah ekonomi.

Selain The Rule of Sociological Method dan Suicide, Durkheim juga menulis buku yang berjudul The Division of Labor in Society. Dalam buku ini, Durkheim mencoba mengkaji suatu gejala yang sedang terjadi di masyarakat pada waktu itu, yaitu pembagian kerja.

5. Max Weber (1864 – 1920)

Max Weber merupakan sosiolog asal Jerman yang dikenal luas melalui karya fenomenalnya yang bejudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism (1905). Dalam buku tersebut, ia mengemukakan bahwa kemajuan ekonomi Eropa, salah satunya ditunjang oleh paham Calvinisme pada agama Kristen Protestan. Paham yang dibawa oleh Pendeta John Calvin pada abad ke-16 ini mengemukakan bahwa untuk mencapai surga, manusia harus bekerja keras, hemat, pantang menyerah dan terus beribadah.

C. SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN DAN METODE

Tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk lebih mengetahui dan mendalami berbagai segi kehidupan dalam kehidupan. Pada hakikatnya, ilmu pengetahuan timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia. Ilmu pengetahuan juga memiliki unsur-unsur yang tergabung dalam suatu kebulatan. Unsur-unsur tersebut adalah

1. Pengetahuan (Knowledge)

2. Tersusun secara sistematis

3. Menggunakan pemikiran

4. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang secara objektif

Ciri-cirisosiologi sebagai ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut :

1. Bersifat Empiris

Berdasarkan pada observasidan pengamatan, sehingga tidak bersifat spekulasi.

2. Berdasarkan Teoritis

Sosiologi selalu menyusun abstraksi atas pengamatan dan observasi yang dilakukan.

3. Bersifat Komulatif

Teori sosiologi dibangun, dikembangkan, diperluas, dan diperhalus berdasarkan teori-teori yang telah ada sebelumnya.

4. Berdasarkan Non-Etis

Karena sosiologi tidak mencari jawaban akan beruk-baiknya atau benar-salahnya suatu fakta atau fenomena, namun bertugas untuk menjelaskan keadaan tersebut secara analitis.

1. Definisi, Sifat, dan Hakikat Sosiologi

berikut adalah definisi sosiologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli sosiologi.

a) Emile Durkheim

Sosiologi merupakan ilmu yang memepelajari lembaga-lembaga dalam masyarakat serta proses-proses sosial yang menyertainya.

b) Max Weber

Ilmu yang berusaha memebrtikan pengertian tentang tindakan sosial dan juga penjelasannya secara kasual mengenai arah dan konsekuensi dari tindakan-tindakan tersebut.

c) Pitrim A. Sorokin

Mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari :

1. Hubungan dan pengaruh timbal-balik antara berbagai macam gejala sosial.

2. Hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial.

3. Ciri-ciri umum dari semua jenis gejala-gejala sosial.

d) William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkoff

Ilmu tentang penelitian ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya adalah organisasi sosial.

e) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi

Ilmu yang mempelajari srtuktur sosial, proses sosial dan termasuk perubahan sosial.

2. Objek, Ruang Lingkup dan Tujuan Sosiologi

a. Objek Sosiologi

Objek kajian sosiologi adalah masyarakat dengan segala permasalahannya. Beberapa ahli sosiologi mendefinisikan konsep masyarakat sebagai berikut :\

I. Ralph Linton

Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri dan mengnggap diri mereka sebagai kesatuan social dengan batas-bsatas yang telah dirumuskan dengan jelas.

II. Soerjono Soekanto

Setiap masyarakat memiliki empat unsur, yaitu sejumlah orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu, berinteraksi dalam waktu yang relatif sama, terdapat system social berupa norma dan nilai yang mempengaruhi pola onteraksi antar-anggotanya dan terdapat keterkaitan terhadap suatu identitas bersama (common identity).

b. Ruang Lingkup Sosiologi

Ruang lingkup sosiologi yang mencangkup pengetahuan dan pengkajian masyarakat ,eliputi hal-hal berikut :

1) Kedudukan dan peran social individu dalam keluarga, kelompok sosial, dan masyarakat.

2) Nilai-nilai dan norma sosial yang mendasari atau mempengaruhi sikap dan perilaku hubungan sosial dalam masyarakat.

3) Masyarakat dengan kebudayaannya.

4) Masalah-masalah social yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

C. Tujuan Sosiologi

Meningkatkan daya atau kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Caranya dengan mempelajari fenomena dan gejala social yang terjadi menggunakan metode ilmiah yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang objektif sehingga berbagai masalah social-kemasyarakatannya dapat dipecahkan.

Sifat dan Hakikat Sosiologi

· Sosiologi adalah ilmu social.

· Sosiologi merupakan disiplin yang kategoris, yaitu membatasi pada apa yang terjadi dewasa ini.

· Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang murni (pure science) bukan ilmu terapan (applied science).

· Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang abstrak bukan konkrit.

· Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.

· Sosiologi mirip ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional.

· Sosiologi mirip ilmu pengetahuan yang umum bukan yang khusus.

D. HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN ILMU SOSIAL LAIN

Berikut ini adalah kaitan ilmu sosiologi dengan ilmu social lainnya, seperti ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu antropologi, and ilmu psokologi.

1. Sosiologi dan Sejarah

Sosiologi dan sejarah merupakan dua ilmu sosial yang sama-sama menelaah kejadian dan hubungan yang dialami manusia. Namun, perhatian ilmu sejarah lebih difokuskan pada peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

2. Sosiologi dan Ekonomi

Ilmu ekonomi pada hakikatnya mempelajari usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan materil dari bahan-bahan yang persediaannya terbatas, sedangakan sosiologi mempelajari unsur-unsur dalam masyarakat secara keseluruhan.

3. Sosiologi dan Politik

Ilmu politik mempelajari tentang upaya untuk memperoleh kekuasaan, usaha untuk mempertahankan kekuasaan, penggunaan kekuasaan dan berbagai cara untuk menghambat penggunaan kekuasaan, sedangkan sosiologi memusatkan perhatiannya pada segi-segi masyarakat yang bersifat umum.

4. Sosiologi dan Antropologi

Sosiologi mengamati masyarakat-masyarakat modern yang strukturnya sudah kompleks, sedangkan antropologi ada yang berpendapat bahwa antropologi memusatkan perhatiannya pada masyarakat tradisional yang masih sederhana kebudayaannya.

5. Sosiologi dan Psikologi Sosial

Ilmu psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman dan tingkah laku individu yang telah ditimbulkan dan dipengaruhi oleh situasi-situasi sosial.

Daftar Pustaka

Susanto,Astrid S.1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial.

Binacipta. Jakarta.

Banton, Michael.1967. Race Relations. Tavistock Publiccations. London.

Horton, Paul B. dan Chaster L. Hunt. 1999. Sosiologi jilid 1 Edisi 6.

Erlangga. Jakarta.

metafisika dan filsafat

Aristoteles adalah orang yang pertama sekali memahami sederet persoalan yang tidak ada hubungannya dengan pengetahuan yang sudah dikenal pada masa itu seperti matematika, etika, sosial, pengetahuan alam ataupun logika.

Metafisika dan filsafat

Metafisika dan filsafat

Persoalan persoalan yang ditemukan ini disadarinya sebagai inti dari semua yang daripadanya kemudian diketahui hubungan dan keterpisahan persoalan suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya.

Persoalan ilmu ini dikemudian hari semakin luas seiring dengan pengamatan yang semakin intensif terhadapnya. Sehingga Aristoteles merasa perlu untuk memisahkan ilmu ini dari ilmu-ilmu yang sudah dikenal saat itu karena ilmu ini memiliki sisi khusus disisi berbagai ilmu lainnya. Tetapi perlu diingat, bahwa saat itu Aristoteles tidak memberikan nama untuk jenis ilmu ini sampai dia meninggal.

Setelah Aristoteles meninggal barulah orang-orang mengumpulkan hasil karyanya ini dan disusun dalam sebuah ensiklopedia. Dari sisi urutannya, bahasan yang belum diberi nama tadi terletak setelah bagian ilmu fisika (ilmu alam) . Dari urutan tadi dan dikarenakan memang belum diberi nama, maka mereka saat itu memberikannya nama sesuai dengan urutannya, yaitu ’setelah fisika’ atau ‘metafisika’ , yang terambil dari kata ‘meta’= setelah dan ‘fisika’ = fisika.

Namun apa yang terjadi kemudian sebagaimana yang kita saksikan sekarang, lambat laun orang-orang mulai lupa akan ‘cerita penamaan’ terhadap ilmu (metafisika) ini. Mereka lupa bahwa nama metafisika adalah penamaan terhadap ilmu yang di urutkan berdasarkan ensiklopedia yang berarti ’setelah fisika’. Setelah pembahasan filsafat rendah (filsafat fisika ) dan BUKAN karena ilmu ini semata-mata membahas Akal Murni, Tuhan dan segala sesuatunya yang diluar jangkauan ilmu alam (fisika). Karena kalau alasannya adalah karena ilmu ini membahas tentang ketuhanan saja, maka seyogyanya ilmu ini dinamakan PROFISIKA atau ’sebelum fisika’ , karena Tuhan sesungguhnya jauh sebelum adanya alam dan fisika, dan bukan sesudahnya.

Karena kekeliruan dalam pendefinisian verbal itu, maka sampai sekarang masih banyak ilmuwan barat yang mengatakan bahwa ilmu metafisika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dan diraba secara fisik / terpisah dari alam material.

Padahal jelas Aristoteles sendiri tidak menamakan demikian terhadap fenomena keterhubungan dan keterpisahan antara satu ilmu dengan yang lainnya itu yang diketahui sebagai pusat faktor keterkaitan dan keterpisahan antara alam materi dan non materi.

Penyederhanaan kalaupun tidak mau dikatakan sebagai penyimpangan makna seperti ini terjadi juga pada kata ‘filsafat’ , bahkan lebih ngacau lagi …

Coba kita perhatikan apa yang terjadi disekitar kita sekarang ini, filsafat yang tadinya berarti semua ilmu pengetahuan yang bisa dicerna oleh rasio (selain wahyu Tuhan) kini menyempit artinya menjadi nama dari satu disiplin ilmu khusus yang membahas tentang metafisika, etika, logika, estetika atau yang lainnya.

Darimanakah ‘kekeliruan’ ini bermula? Mari kita simak apa yang terjadi di abad 16 ketika Rene Descartes dari Perancis dan Francis Bacon dari Inggris mengumandangkan sanggahan mereka terhadap metode deduktif (silogistik) , dimana mereka berpendapat bahwa apa-apa yang tidak bisa dibuktikan dengan eksperimen maka semua ke apaan itu adalah tidak masuk akal, tidak termasuk kedalam ilmu yang dikatagorikan sebagai ilmu yang mempunyai kebenaran. Dan dengan sendirinya ilmu semacam itu diangap tidak berlaku karena tidak mempunyai kaidah dasar yang jelas. Dan bukan itu saja, kelompok ini bahkan kemudian mencoret ‘kepala kodi’ ( kepala ilmu) yang paling agung itu. Menurut mereka tidak ada itu yang namanya filsafat utama, filsafat tinggi, metafisika atau apapun namanya.

Setelah kelompok yang menentang keras filsafat tinggi ini ada juga kemudian kelompok lainnya yang sedikit lebih bersahabat dengan metode silogisme. Mereka mengatakan bahwa apa apa yang BISA dibuktikan dengan eksperimen mereka sebut dengan ilmu ’science’ dan apa apa yang harus menggunakan metode silogisme seperti metafisika, etika, estetika, logika dan akhlak mereka namakan filsafat.

Disini dan dari sinilah penyempitan definisi verbal itu mulai terjadi, dimana filsafat yang tadinya didefinisikan oleh cendikiawan kuno sebagai nama umum untuk semua ilmu pengetahuan yang bisa dicerna oleh rasio, yaitu filsafat tinggi (teologi), filsafat menengah (matematika) dan filsafat rendah (fisika), kini menyempit menjadi nama khusus untuk ilmu yang membahas etika, estetika, dan logika. Alhasil terjadilah pemisahan antara filsafat dan Ilmu pengetahuan akibat kekeliruan definisi verbal ini.

Ini sangat menggangu khasanah ke ilmu-an, karena yang dipotong bukan saja arti verbalnya tapi sudah menjadi salah kaprah. Perpisahan ini bukan hanya pada istilah tapi juga ‘isi’.

Berbeda dengan ilmu-ilmu kuno lainnya semisal Ilmu kedokteran, ilmu kedokteran kuno demikian dan ilmu kedokteran modern begini, ilmu botani kuno begini dan modern begitu. perbedaannya hanya kepada jenis alat yang dipakai dan metode aplikasinya. Tetapi tetap sama-sama ilmu kedokteran dan ilmu botani. Sedangkan filsafat BEDA JAUH, terjadi perbedaan antara filsafat kuno dan filsafat modern dalam arti yang terpisah, filsafat kuno membahas semua hal dan filsafat modern membahas hal khusus.


Di dalam fisikanya, Aristoteles mempelajari dan membagi gerak (kinetis) menjadi dua; gerak spontan dan gerak karena kekerasan. Gerak spontan yang diartikan sebagai perubahan secara umum dikelompokkan menjadi gerak subsitusional yakni sesuatu menjadi sesuatu yang lain seperti seekor anjing mati dan gerak aksidental yakni perubahan yang menyangkut salah satu aspek saja. Gerak aksidental ini berlangsung melalui tiga cara; yaitu gerak lokal seperti meja pindah dari satu tempat ke tempat lain, gerak kualitatif seperti daun hijau menjadi kuning, dan gerak kuantitatif seperti pohon tumbuh membesar. Dalam setiap gerak ada 1) keadaan terdahulu, 2) keadaan baru, dan 3) substratum yang tetap. Sebagai contoh air dingin menjadi panas; dengan dingin sebagai keadaan terlebih dahulu, panas sebagai keadaan baru dan air sebagai substratum. Analisa gerak ini menuntut kita membedakan antara aktus dan potensi. Dalam fase pertama panas menjadi potensi air dan pada fase kedua panas manjadi aktus. Aristoteles juga mengintrodusir pengertian bentuk (morphe atau eidos) dan materi (hyle) ke dalam analisa geraknya. Dalam contoh air dingin menjadi panas, air sebagai hyle dan dingin serta panas sebagai morphe.

Aristoteles berpendapat behwa setiap kejadian mempunyai empat sebab yang harus disebut. Keempat sebab tersebut adalah penyebab efisien sebagai sumber kejadian, penyebab final sebagai tujuan atau arah kejadian, penyebab material sebagai bahan tempat kejadian tempat berlangsung dan penyebab formal sebagai bentuk menyusun bahan. Keempat kejadian ini berlaku untuk semua kejadian alamiah maupun yang disebabkan oleh manusia. Aristoteles juga membicarakan phisis sebagai prinsip perkembangan yang terdapat dalam semua benda alamiah. Semua benda mempunyai sumber gerak atau diam dalam dirinya sendiri. Pohon kecil tumbuh besar karena phisisnya, pohon tetap tinggal pohon berkat phisis atau kodratnya. Mengenai alam, Aristoteles berpendirian bahwa dunia ini bergantung pada tujuan (telos) itu.

Ia mengatakan "Alam tidak membuat sesuatupun dengan sia-sia dan tidak membuat sesuatu yang berlebihan", atau katanya lagi: "Alam berindak seolah-olah ia mengetahui konsekuensi perbuatannya". Teologi ini mencakup juga alam yang tidak hidup yang terdiri dari empat anasir api, udara, air dan tanah. Aristoteles mengatakan bahwa setiap anasir menuju ketempat kodratinya (locus naturalis). Berkaitan dengan jagat raya Aristoteles mengatakan bahwa kosmos terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah sublunar (di bawah bulan) dan wilayah yang meliputi bulan, planet-planet dan bintang-bintang.


Jagat raya berbentuk bola dan terbatas, tetapi tidak mempunyai permulaan dan kekal. Badan-badan jagat raya diluar bumi semua terdiri dari anasir kelima yaitu ether yang tidak dapat dimusnahkan dan tidak dapat berubah menjadi anasir lain. Gerak kodrati anasir ini adalah melingkar. Berkaitan dengan jagat raya ini Aristoteles mempunyai pandangan yang masyhur mengenai penggerak pertama yang tidak digerakkan.